BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus, tetapi diturunkan secara bertahap, ayat demi ayat dan surat demi surat selama 23 tahun. Di antaranya ada yang turun sebelum hijrah di Makkah dan ada pula yang turun sesudah hijrah di Madinah. Sebagian surat atau beberapa ayat yang diturunkan di medan perang, tidak di Makkah juga tidak di Madinah, seperti surat al-Fath diturunkan di antara Makkah dan Madinah menyangkut persoalan Hudaibiah. Ada yang diturunkan pada waktu malam dan ada pula diturunkan pada waktu siang. Perbedaan antara al-makky dan al- Madany mengikuti perbedaan antara dua masa tersebut. Yang pertama merupakan fase da’wah yang memerlukan pengukuhan aqidah dan penjelasan rukun-rukun iman. Sementara itu yang kedua adalah merupakan fase pembinaan masyarakat dan Negara Islam, yaitu fase yang memerlukan penetapan undang-undang dan pengorganisasian. Ayat-ayat Makkyah berciri khas pendek dan singkat guna memudahkan penghafalanya secara sembunyi dalam keadaan serba lemah dan takut dari gangguan kaum Musyrikin. Sementara itu ayat-ayat Madaniyah lebih panjang darinya mengingat di Madinah kekuasaan berada ditangan kaum Muslimin sehingga mereka mendapatkan kebebasan bergerak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Makky dan Madany?
2. Bagaimana Metode/cara untuk mengetahuinya?
3. Apa ciri-ciri Makky dan Madany?
4. Apa Manfaat mengetahui Makki dan Madani?
5. Bagaimana Urgensinya dalam tafsir?
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui pengertian Makky dan Madany
2. Mengetahui Metode/cara untuk mengetahui Makky dan Madany
3. Mengetahui ciri-ciri dari Makky dan Madany
4. Mengetahui manfaat Makki dan Madani
5. Mengetahui Urgensinya dalam tafsir
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makky dan Madany
Bagi ulama dalam memperbedakan antara al-Makky dan al-Madany ada tiga pendapat ulama yang berlainan, berkenaan dengan istilah. Pendapat-pendapat ini dibina atas pemikiran khusus.
Pertama, melihat masa turunya. Al-Makky yaitu ayat-ayat yang turun sebelum hijrah, sekalipun tidak di Mekah. Al-Madany yaitu ayat yang turun sesudah hijrah, sekalipun tidak di Madinah. Ayat yang turun sesudah hijrah, sekalipun di Mekah atau di Madinah. Seperti ayat yang turun pada tahun Fat-hu(penaklukan kota Mekah).[1] Berfirman Tuhan dalam al-Qur’an.
¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& ÇÎÑÈ
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya (Qs.an-Nisa’:58).
Kedua, melihat kepada turunya. Al-Makky, yaitu ayat yang turun di Mekah, dan di daerah sekitarnya. Seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah. Al-Madany, yaitu ayat yang di Madinah dan di daerah sekitarnya, seperti di Uhud, Quba’ dan sil’u. Disusun berdasar pendapat ini. Ada pula ayat yang tidak termasuk kepada kedua pembagian ini. Umpama, ayat yang turun dalam perjalanan, atau di Tabuk, atau di Baitulmukadis. Tidak termasuk kepada pembagian ini. Karena itu tidak dinamakan Makkiyahdan tidak pula Madaniyah. Susunan ini tidak menurut ayat yang turun di Mekah sesudah hijrah dan juga tidak Medinah.[2]
Ketiga, melihat kepada pembicaraanya. Al-Makky yaitu ayat yang membicarakan itu ialah tentang penduduk Mekah. Al-Madany yaitu ayat yang membicarakan tentang penduduk Madinah. Berdasarkan inilah dibina pendapat sahabat yang mengatakan manakala ayat al-Qur’an yang berbunyi.
¨$¨Z9$#$pkr'¯»t = ini adalah Makiyah
#þqãYtB#uäúïÏ%©!$ $ygr'¯»t= ini adalah Madaniyah
Dengan memperhatikan ayat ini maka nyatalah bahwa kebanyakan surat Al-Qur’an itu tidak dibuka dengan salah satu dari dua khitab. Ini jelas, tidak ada yang membantah. Surat al-Baqarah itu Madaniyah.[3] Di dalamnya ayat yang berbunyi:
$pkr'¯»t â¨$¨Y9$# (#rßç6ôã$# ãNä3/u Ï%©!$# öNä3s)n=s{ tûïÏ%©!$#ur `ÏB öNä3Î=ö6s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇËÊÈ
Hai Manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu agar kamu bertaqwa (Qs.al-Baqarah:21).
Surat al-Hajj itu Makiyah. Di dalamnya ada ayat yang berbunyi:
¨br&ur sptã$¡¡9$# ×puÏ?#uä w |=÷u $pkÏù cr&ur ©!$# ß]yèö7t `tB Îû Íqç7à)ø9$# ÇÐÈ
‘’Hai orang-orang beriman,ruku’lah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan (Qs.al-Hajj:77).
Al-Qur’anul karim itu adalah kata-kata yang dituturkan oleh Allah kepada seluruh Makhluq. Boleh di ucapkan oleh orang-orang Mukmin dengan sifat, nama dan jenisnya. Sebagaimana boleh memerintahkan kepada selain Mukmin beribadah. Sebagai mana orang Mukmin itu disuruh terus menerus dan meningkatkanya.[4]
B. Cara-cara Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah
Dalam mengetahui Makky dan Madani, maka ulama-ulama berpedoman kepada dua metode yang menjadi asas. Yaitu metode sam’i naqli (mendengar apa saja yang di katakan oleh Rosulullah SAW). Kedua, metode Al Qiasi Al-Ijtima’i (kias dan ijtihad).[5] Metode sima’i naqli itu di kairkan kepada riwayat yang sah dari sahabat-sahabat yang hidup di masa turunya wahyu itu. Mereka ini menyaksikan sendiri turunya. Atau dari Tabi’in yang mendapatkanya dari sahabat. Mereka itu mendengarnya dari Sahabat bagaimana cara turunnya, tempat-tempat turunnya dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada waktu itu. Yang lebih mendapat perhatian ialah apa-apa yan terdapat pada al-Makky dan al-Madany mengenai golongan-golongan.[6]
Kata Qadhi Abu bakar Ibnu Thayib Al Baqalany dalam kitabnya Al- Intishar, untuk mengetahui al-Makky dan al-Madany ini maka orang harus kembali kepada hafalan Sahabat dan tabi’in bila perkataan itu tidak terdapat dari Rosulullah. Menurut sepanjang yang di ketahui masalah ini oleh Allah tidak di wajibkan kepada umat. Sebagian hanya di wajibkan kepada ahli-ahli ilmu. Orang mengetahui sejarah nasikh dan mansukh bukan nash dari Rosul.[7]
Metode kias ijtihadi itu di kaitkan kepada keistimewaan al-Makky dan al-Madany. Apabila terdapat dalam surat al-Makky ayat yang mengandung tabiat yang di turunkan di al-Madani,atau mengandung sesuatu dari peristiwa-peristiwanya itu maka dalam hal ini orang mengatakan bahwa dia adalah Madaniyah. Apabila terdapat pada surat Madaniyah ayat yang mengandung tabiat ayat yang di turunkan di al-Makky, atau mengandung sesuatu dari peristiwa-peristiwanya, maka dalam hal ini orang mengatakan ayat ini adalah Makiyah. Apabila terdapat dalam ayat itu keistimewaan-keistimewaan Makky,orang mengatakan dia adalah Makkiyah. Dan sebaliknya, apabila terdapat keistimewaan-keistimewaan al-Madanni, maka orang mengatakan bahwa dia adalah Madaniya. Ini kias Ijtihadiy.Untuk ini orang mengemukakan contoh tiap-tiap surat di dalamnya terdapat kisah Nabi-nabi dan Bangsa-bangsa yang sudah lenyap, maka ayat ini adalah Makkiyah. Tiap-tiap surat di dalamnya terdapat kewajiban-kewajiban atau hukum, maka surat ini adalah Madaniyah. Beginilah kata Al ja’bary. Untuk mengetahui al-Makky dan al-Madany dua caranya. Sam’i dan kiasi. Tidak diragukan lagi bahwa sima’i itu berdasarkan kepada akal dan kiasi berdasarkan akal. Nakal dan akal keduanya itu adalah jalan untuk mengetahui yang baik dan menjadikan ilmiah.[8]
C. Ciri-ciri Makky dan Madany
Sesuai dengan dabit qiyasi yang telah di tetapkan, maka ciri-ciri khas untuk surat Makiyah dan Madaniyah ada 2(dua) macam,ialah: Ciri-ciri khas yang bersifat qat’i, dan ciri-ciri khas yang bersifat aglabi.[9]
1. Ciri-ciri surat Makiyah, sebagaimana berikut ini.
a. Ciri-ciri yang bersifat qat’I, ada 6(enam) ialah :
1) Setiap surat yang terdapat ayat sajdah di dalamnya adalah surat Makiyah
2) Setiap surat yang terdapat di dalamnya lafadz ”kalla” adalah Makiyah
3) Setiap surat yang terdapat”¨$¨Z9$#$pkr'¯»t” dan tidak ada ”#þqãYtB#uäúïÏ%©!$$ygr'¯»t” adalahMakiyah, kecuali surat Al-Hajj
4) Setiap surat yang terdapat kisah-kisah para nabi dan umat-umatmanusia yang terdahulu adalah Makiyah, kecuali surat al-Baqarah
5) Setiap surat yang terdapat di dalamnya kisah nabi Adam dan Iblis adalah Makiyah, kecuali surat al-Baqarah.
6) Setiap surat yang di mulai huruf tahajji(huruf abjad/ huruf yang terpotong-potong) seperti ($!9#,O!9#)dan sebagainya,adalah Makiyah kecuali surat al-Baqarah dan Ali Imron.[10]
b. Ciri-ciri yang bersifat aglabi(umumnya) ialah:
1) Ayat-ayat dan surat-suratnya pendek-pendek(ijaz) nada perkataanya keras dan agak bersajak.
2) Mengandung seruan untuk beriman kepada Allah, hari kiamat dan menggambarkan surga dan neraka
3) Mengajak manusia untuk berakhlaq yang mulia dan berjalan di atas jalan yang baik/benar
4) Membantah orang-orang musyrik dan menerangkan kesalahan-kesalahan kepercayaanya dan perbuatanya
5) Terdapat banyak lafadz sumpah.[11]
2. Ciri-ciri untuk surat Madaniyah
a. Ciri-ciri yang bersifat qat’i untuk surat Madaniyah antara lain ialah;
1) Setiap surat yang mengandung izin berjihad(berperang) atau menyebut hal perang dan menjelaskan hukum-hukumnya
2) Setiap surat yang memuat penjelasan secara terperinci tentang hukum pidana, hukum faraid/warisan, hak-hak perdata, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perdata/civil, kemasyarakatan dan kenegaraan.
3) Setiap surat yang menyinggung hal ikhwal orang-orang munafiq adalah Madaniyah, kecuali surat al-Ankabut yang di turunkan di Mekah, hanya sebelas ayat yang pertama dari surat al-Ankabut ini adalah Madaniyah dan ayat-ayat tersebut menjelaskan perihal orang-orang munafiq.[12]
4) Setiap surat yang membantah kepercayaan atau pendirian atau tata cara keagamaan ahlul kitab(kristen dan yahudi) yang di pandang selalu dan mengajak mereka agar tidak berlebih-lebihan dalam menjalankan agamanya, adalah Madaniyah seperti surat al-Baqarah, Ali Imran, al-Nisa’, al-Maidah dan al-Taubah
b. Adapun ciri-ciri khas yang bersifat aglabi antara lain ialah;
1) sebagian surat-surat panjang-panjang, sebagian ayat-ayat pun panjang-panjang (itnab) dan gaya bahasanya cukup jelas di dalam menerangkan hukum-hukum agama.
2) menerangkan secara terperinci bukti-bukti dan dalil-dalil yang menunjukan hakikat-hakikat keagamaan.[13]
D. Manfaat Mengetahui Makky dan Madany
Al-Makki dan al-Madani suatu ilmu yang harus dikuasai seorang mufassir dan mujtahid dalam mengistimbatkan hukum dalam al-Qur’an.Sebab, ilmu ini dapat membantu dan menghindarkannya dari kesalahanmemahami al-Qur’an.[14] Di antara manfaat atau kegunaan ilmu Al-Makki dan Al- Madani,yaitu:
1) Mudah diketahui mana ayat-ayat yang turun lebih dahulu dan mana ayatyang lebih dahulu dan mana ayat yang tuun belakangan dari kitab suci al-Qur’an.
2) Menentukan ayat nasikh dan mansukh . Jika seorang mufassir atau mujtahid menemui dua ayat yang kontradiktif (ta’arudh), dan dia mengetahui bahwa salah satu diantaranya ayat al-madaniyah dan yang lain al-makkiyah , maka dia dapat menetapkan bahwa ayat al-makkiyah itu telah dinasikhkan oleh ayat al-madaniyah.
3) Mengetahui sejarah syariat. Ia dibebankan kepada umat secara berangsur-angsur. Terlihat misalnya, nuansa bimbingan ayat-ayat al-makkiyah kepada umat ini berbeda dengan ayat-ayat al-madaniyah. Sebab, periode sebelum hijrah merupakan tahap pertumbuhan karena itu perlu diberikan secara perlahan-lahan dan tidak merasa diberatkan. Sedangkan periode setelah hijriah merupakan tahap perkembangan, karena itu umat sudah siap menerima segala yang datang dari Allah. Dengan cara demikian, tidak ada para sahabat yang menentang ajaran Islam, mereka sepenuhnya tunduk kepada perintah Nabi. Hal ini perlu dipelajari oleh para tokoh masyarakat dalam mendidik dan membimbing bangsa ini kejalan yang benar.(Chaerudjin Abd. Chalik, 2007: 137).
4) Menanamkan keyakinan kepada umat, dari sudut sejarah, mengenai keabsahan al-Qur’an. Ia datang dari Tuhan, bersih dari penyimpangan dan perubahan. Para ulama sangat besar perhatiannya kepada al-Qur’an,sehingga mereka tidak hanya mengetahui, mencatat dan mengkaji ayat-ayat saja, tetapi juga mengetahui dan mempelajari ayat-ayat yang turun setelah dan sebelum hijrah, ayat yang turun disiang hari, malam hari,ditempat Nabi tinggal, dalam perjalanan, pada musim panas, musim dingin dan lain sebagainya. Hal ini misalnya, tergambar dalam ungkapan Ibnu Mas‟ud. Dia mengatakan, “demi Allah seseorang lebih mengetahui, tiada tuhan selain Dia. Tidak satu pun surat al-Qur’an yang turun kecuali aku tahu dimana ia diturunkan. Tidak ada ayat yang turun, kecuali aku mengetahui mengenai apa ia diturunkan. Jika ada seseorang yang lebih mengetahui tentang Kitab Allah dari padaku, dan tempat tinggalnya dapat dicapai dengan unta, maka aku akan pergi ke tempat itu”.[15]
Demikian beberapa faedah mengenai ilmu makki dan madani menurut para ulama ahli Ulumul Qur’an.
E. Urgensinya Dalam Tafsir
Pada bagian terdahulu telah dikemukakan pengertian ‘ulum al-Qur’an, dari pengertian itu dapat dipahami bahwa ‘ulum al-Qur’an sebagai term ilmu adalah ilmu pengetahuan yang dengan dapat dipahami tafsir al-Qur’an dalam segala aspeknya, maka ulum al-Qur’an sangat erat hubungannya dengan tafsir al-Qur’an.[16]
Bahkan menurut Dr. H. M. Quraish Shihab, ulum al-Qur’an hakekat adalah sama dengan ilmu tafsir, yakni sebagai ilmu alat untuk menafsirkan al-Qur’an, mengeluarkan serta menjelaskan pengertian-pengertian yang terkandung di dalamnya.
Dengan demikian, urgensi ulum al-Qur’an terlihat dengan jelas dalam kaitannya dengan tafsir al-Qur’an, yaitu untuk menafsirkan al-Qur’an dan memahami kandungannya dengan sempurna, bahkan untuk menerjemahkannya.
Maka, ulum al-Qur’an disini benar-benar sangat diperlukan, karena dengan ilmu-ilmu tersebut, seorang mufassir dapat menafsirkan al-Qur’an dengan baik dan benar. Ilmu-ilmu ini pada hakekatnya menjadi alat untuk tafsir.Oleh karena itu, ilmu-ilmu itulah yang disebut dengan ilmu tafsir atau ilmu-ilmu al-Qur’an. Selain itu, urgensi ulum al-Qur’an kaitannya dengan tafsir, adalah antara lain:
1. Membuka kemungkinan untuk memahami al-Qur’an dengan baik.
2. Mampu menafsirkan al-Qur’an secara baik dan mudah.
3. Menjadi senjata ampuh untuk melawan tantangan dari lawan Islam.
Jelaslah bahwa urgensi ulum al-Qur’an menempati posisi yang sangat penting untuk dapat memahami isi kandungan al-Qur’an dengan baik dan benar. Artinya, seorang mufassir dalam menafsirkan al-Qur’an tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal tanpa adanya ulum al-Qur’aan.
Contohnya Mengkaji sebuah surat dengan kajian universal (tidak parsial), yang di dalamnya dikemukakan misi awalnya, lalu misi utamanya, serta kaitan antara satu bagian surat dan bagian lain, sehingga wajah surat itu mirip seperti bentuk yang sempurna dan saling melengkapi.[17] Contoh:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الآخِرَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ (١)يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الأرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ الرَّحِيمُ الْغَفُورُ (٢)
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang ke luar daripadanya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia-lah Yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun.” (Q.S: Saba:1-2).
Di Al-Qur’an surat saba’: 1-2 ini diawali pujian bagi Allah dengan menyebutkan kekuasaan-Nya. Setelah itu, mengemukakan pengetahuan-Nya yang universal, kekuasaan-Nya yang menyeluruh pada kehendak-Nya yang bijak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara bahasa, Makiyyah atau Maky berarti, ayat atau surah yangtergolong makkah, atau sebangsa makkah. Sedangkan Madiniyah atauMadani adalah ayat atau surah yang yang tergolong Madinah atausebangsa Madinah, sedangkan secata terminolgi Makiyah dan Madaniyahadalah Makki adalah yang diturunkan sebelum hijrah meskipun bukandimekkah. Madani adalah yang turun sesudah hijrah meskipun bukan dimadinah. Yang diturunkan sesudah hijrah sekalipun dimekkah atauArafah adalah madani dan ini adalah pendapat yang paling kuat masyhur.
Untuk mengetahui dan menentukan makki dan madani para ulama bersandar pada dua cara Yaitu metode sam’i naqli (mendengar apa saja yang di katakan oleh Rosulullah SAW). Kedua, metode Al Qiasi Al-Ijtima’i (kias dan ijtihad).
Sesuai dengan dabit qiyasi yang telah di tetapkan, maka ciri-ciri khas untuk surat Makiyah dan Madaniyah ada 2(dua) macam,ialah: Ciri-ciri khas yang bersifat qat’i, dan ciri-ciri khas yang bersifat aglabi.
B. Penutup
Demikian makalah ini kami buat. Segala upaya telah kami lakukan untuk menyempurnakan makalah ini, namun tidak mustahil dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Hal itu karena kelemahan dan keterbatasan kemampuan penulis semata. Kami sebagai penulis hanya manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan. Saran dan kritik yang konstruktif tetap kami harapkan. Akhirnya semoga makalah ini membawa manfaat tidak hanya bagi penulis, namun juga bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
DAFTAR RUJUKAN
Quthon, Mana’ul.1998. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an. Jakarta:PT Rineka Cipta
Channa, Liliek. 2010. Ulum Al-Qur’an dan Pembahasanya. Surabaya:Kopertais IV Press.
[14] http://www.scribd.com/doc/156269805/Ilmu-Makki-Dan-Madani-Studi-Al-Qur-An-Prof-Dr-HM-Ali-Aziz-M-ag, di akses pada tanggal 09 Nepember 2014
[15] Idem, http://www.scribd.com/doc/156269805/Ilmu-Makki-Dan-Madani-Studi-Al-Qur-An-Prof-Dr-HM-Ali-Aziz-M-ag, di akses pada tanggal 09 Nepember 2014
[17] http://pasca-pba.blogspot.com/2013/01/metode-tafsir-maudhui-dalam-al-quran.html, diakses pada 06 Nopember 2014